Review Under Parallel Skies: Sajikan Romansa Sederhana yang Manis
Baba Qina - Minggu, 26 Mei 2024 08:38 WIBMasa remaja dan dewasa, sekolah, kuliah, dan bekerja. Hal-hal tersebut boleh jadi menandakan transisi di hidup kita. Di dalam transisi itu, mungkin kita merasa bak terlempar memasuki dunia baru yang sama sekali asing. Under Parallel Skies, sebuah film anyar karya Sigrid Andrea Bernardo coba mengetengahkan premis di atas tadi.
Under Parallel Skies akan mengikuti kisah seorang bujangan Thailand bernama Parin (Metawin Opas-Iamkajorn) yang melakukan perjalanan ke Hong Kong. Dia memutuskan pergi ke sana untuk mencari ibunya yang hilang.
Singkat cerita, Parin kemudian bertemu dengan seorang pengusaha hotel Filipina bernama Iris (Janella Salvador). Tiada disangka, Iris membantu Parin merumuskan kembali apa makna cinta, patah hati, dan penyembuhan di kota asing di tengah adanya perbedaan budaya dan identitas mereka berdua. Kedua karakter itu pada akhirnya jatuh cinta satu sama lain.
Mudah menebak rangkaian peristiwa yang telah menanti di film ini, termasuk kelokan narasinya, serta bagaimana itu bisa terjadi, sebab Under Parallel Skies sama sekali tak mengangkat tema yang baru. Momen-momen klise seperti perpisahan di ruang publik pun dapat ditemukan di sini. "Modifikasi formula" memang bukan niatan Sigrid selaku sutradara sekaligus penulis naskah. Memaksimalkan formula jauh lebih diutamakan.
Di luar persoalan pemaknaan kembali soal hidup, sampul utama film ini tak lain tak bukan adalah romansa remaja. Bahwa percintaan di masa itu membuat hari-hari tampak indah, sebagaimana dicerminkan oleh warna-warni visual filmnya, juga penuh semangat dan keceriaan khas remaja, yang diwakili penampilan bertenaga dari Janella Salvador.
Contoh upaya Sigrid dalam memaksimalkan formula romansa di sini nampak di salah satu scenenya, tatkala karakter Iris ingin agar dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama si pujaan hati, Parin. Sangat sederhana, tapi tetap manis. Menegaskan bahwa romantisme tidak melulu harus ditunjukkan lewat gestur besar.
Walaupun, konklusi film ini masih menyisakan beberapa pertanyaan tak terjawab. Ambiguitas yang bagi beberapa penonton mungkin akan mengganjal. Namun di mata penulis, hal tersebut justru malah membantu menciptakan kesan yang universal. Karena semakin banyak detail yang diungkap malah akan berpotensi menimbulkan distraksi.
Yang terpenting, pada akhirnya kita akan dibuat paham mengenai bagaimana salah satu karakter utamanya menyikapi babak baru kehidupannya. Dia, dan rasanya kita semua, selalu ingin jadi lebih baik kala memasuki "dunia baru". Setumpuk keinginan pastinya dicanangkan, namun ada beberapa yang terpenuhi, dan beberapa tidak.
Under Parallel Skies pada akhirnya mengajarkan kita semua bahwa suatu saat kita akan kehilangan sesuatu atau seseorang dari "dunia lama". Tapi, asalkan sesuatu atau seseorang itu terekam, ia takkan pernah mati, tersimpan rapi dalam hati dan memori untuk sesekali kita kunjungi.