Review The Desperate Hour: Emosional dan Menegangkan

Baba Qina - Minggu, 14 Januari 2024 16:03 WIB
Review The Desperate Hour: Emosional dan Menegangkan

Film-film yang mengambil mayoritas setting hanya pada satu tempat memang selalu menarik, unik dan penuh kreativitas. Tidak semua film seperti ini bagus memang, karena banyak juga yang dimulai dengan meyakinkan sebelum mengendor di akhir karena kehabisan ide. Tapi tetap saja, single location movie selalu menarik apalagi menanti seperti apa ceritanya berkembang dan tentunya akting pemainnya yang harus benar-benar maksimal.

Satu lagi film yang mencoba mengangkat tema di atas tadi ialah The Desperate Hour, garapan Phillip Noyce. Film ini berkisah tentang seorang ibu bernama Amy Carr (Naomi Watts) yang baru saja bercerai dan berusaha memulihkan kehidupannya bersama anak-anaknya.

Suatu hari, saat Amy sedang jogging di lingkungan rumahnya di kota Lakewood, ia menemukan kotanya tersebut sedang dilanda kekacauan. Tiba-tiba kepolisian setempat mengeluarkan red alert bahwa setiap warga setempat harus tetap di rumah dan tidak boleh keluar rumah.

Hal tersebut dikarenakan adanya penyerangan di sekolah Lakewood. Bahkan, sekolah Lakewood telah ditutup dan seluruh murid tidak diperkenankan keluar dari areal sekolahnya. Amy yang mengetahui hal tersebut lalu merasakan kepanikan dan mulai memikirkan akan keselamatan dari anaknya yang berada di sekolah tersebut. Lantas, apakah Amy berhasil menyelamatkan anaknya?

Well, secara keseluruhan, film ini memang hanya memperlihatkan karakter Amy terlibat berbagai pembicaraan lewat telepon sambil berjalan menyusuri hutan. Bahkan jika mau dibandingkan dengan film-film bertema sejenis seperti Buried maupun 127 Hours, The Desperate Hour masih terasa jauh lebih sederhana dan lebih minim gejolak.

Dua judul yang disebutkan tadi setidaknya masih menyuguhkan rasa terancam dan ketegangan pada sang karakter utama akibat berpacu dengan waktu sampai beberapa misteri, sedangkan film ini sayangnya amat minim menawarkan suguhan di atas tadi. Ya, film ini tidak memiliki banyak efek kejut yang berarti.

Meski begitu, daya tarik utama The Desperate Hour yang juga membuatnya bakal terasa "berat" adalah eksplorasi karakter Amy Carr, di mana seiring dengan berjalannya durasi film, kita akan semakin memahami bahkan bersimpati pada sosok wanita yang satu ini. Film ini sejatinya adalah kisah tentang seorang wanita biasa yang ingin memperbaiki dirinya dan berusaha untuk tidak menjadi seperti sosok yang begitu ia benci.

Beberapa dialog yang hadir sanggup membuat penulis memahami segala keputusan yang diambil oleh si karakter utama, serta ikut merasakan kegundahan dan keresahan yang ia rasakan, hingga akhirnya kita akan dibuat bersimpati padanya.

Dengan segala kesederhanaan dan rasa minimalis yang ada, Phillip Noyce nyatanya tetap bisa menjadikan film ini sebagai sebuah tontonan yang dinamis, terasa emosional bahkan juga menegangkan. Konfliknya dibangun begitu rapih secara bertahap, dari yang tadinya kita merasa semuanya bisa diatasi hingga lama kelamaan berubah menjadi semakin kacau.

Dan saat filmnya berakhir, walaupun tetap ada harapan bagi si karakter utama, namun tidak dapat dipungkiri jika kehampaan serta kesepian lah yang paling terasa, entah itu dalam diri seorang ibu bernama Amy Carr maupun kita semua sebagai penonton.