Review Tanduk Setan: Akting Para Pemainnya Oke, Tapi...
Baba Qina - Minggu, 17 Maret 2024 07:12 WIBStarvision, merupakan rumah produksi film yang tidak pernah absen merilis karya unggulannya setiap tahun. Telah berdiri sejak tahun 80-an, rumah produksi satu ini selalu menghadirkan kisah beragam, termasuk film horor. Terbaru ini, mereka merilis film horor berjudul Tanduk Setan, yang digarap oleh dua sutradara, Amriy R Suwardi dan Bobby Prasetyo.
Tanduk Setan sendiri merupakan antologi yang berisi dua cerita. Cerita pertama yang bertajuk Kelahiran dibesut oleh Amriy R. Suwardi, sedangkan cerita kedua, Kematian, lahir dari kepala Bobby Prasetyo. Keduanya menyoroti dosa-dosa yang menyulitkan terjadinya dua siklus tersebut.
Dalam Kelahiran, Jaya (Boy Muhammad) tengah menanti proses persalinan istrinya, Sumirah (Nur Mayati). Tapi kelahiran si jabang bayi mereka tidak terjadi dengan mudah. Hari telah berganti hari, dan Sumirah tak kunjung melahirkan. Di saat bersamaan, Jaya nampak sulit diandalkan dan serba kebingungan dalam segala situasi.
Dan pada bagian Kematian, kita akan mengikuti kisah Nur (Taskya Namya) yang sedang bingung menangani sang ibu yang kesulitan menyambut ajal akibat susuk yang ia tanam semasa muda guna mencari nafkah. Di sini pun terdapat sosok ayah (Rukman Rosadi) yang tak bisa diandalkan, dan sekadar duduk mengamati dari sudut ruangan sembari mengisap rokok.
Well, di atas kertas, Tanduk Setan seharusnya menjadi film horor religi di bulan Ramadan yang mencekam, singkat, padat, dan jelas. Namun nyatanya, filmnya sendiri justru menjadi begitu kopong secara cerita dan penyampaian pesan moralnya.
Segmen Kelahiran diawali dengan cerita cukup menarik, tentang kelahiran anak yang tidak alami dan ternyata berhubungan dengan kesalahan pasangan tersebut sebelumnya. Yang harus diberi acungan jempol adalah bagaimana segmen ini sebagian besar menggunakan bahasa daerah, jadi rasanya terasa lebih natural saja.
Dalam segmen tersebut, semuanya sudah berjalan dengan baik di awal-awal durasi. Namun setelahnya, Amriy R Suwardi lagi-lagi kembali melakukan kesalan terbesar yang biasanya muncul di film-film horor Indonesia, yaitu bertele-tele. Dan dengan penyelesaian yang begitu random, rasanya tujuan para karakter filmnya justru menjadi tidak berguna.
Lalu kita beralih ke segmen Kematian yang kali ini berbicara tentang fenomena susuk. Sesuatu yang menghalangi kematian sang karakter yang merupakan seorang penari terkenal di masanya dan upaya anak-anaknya untuk memastikan ibunya meninggal dengan tenang.
Nah, jika pada segmen Kelahiran tadi terkesan bertele-tele, justru pada segmen Kematian, film ini menjadi terlalu cepat. Tidak ada momen kita peduli dengan tujuan para karakter untuk membuat ibu mereka meninggal dengan tenang. Pada akhirnya, potensi castnya yang bermain cukup bagus di sini menjadi terbuang sia-sia.
Lagi-lagi, sejak film Bangku Kosong 2, Kultus Iblis, Malam Para Jahanam, Sehidup Semati, hingga Sinden Gaib beberapa pekan yang lalu, Starvision mengulangi kesalahan yang sama. Tapi semoga hal ini tidak mengurangi kepercayaan penonton film nasional atas genre horor buatan sineas Indonesia ke depannya.