Review Perewangan: Suguhkan Ketegangan Maksimal dari Awal sampai Akhir
Baba Qina - Sabtu, 26 Oktober 2024 08:12 WIBSetelah film Do You See What I See yang rilis beberapa waktu lalu, kali ini sineas Awi Suryadi kembali menghadirkan sebuah kisah nyata yang pernah viral di linimasa berjudul Perewangan. Di sini, Awi mencoba menghadirkan elemen horor atmosferik yang menekankan cerita ketimbang teror ataupun jumpscare. Namun, berhasilkah?
Film Perewangan akan mengikuti kisah hidup seorang perempuan bernama Maya (Davina Karamoy). Diceritakan, Maya dan keluarganya kerap kali mengalami berbagai teror dan kejadian aneh. Bahkan, hal-hal janggal dan mengerikan itu semakin menjadi setelah kematian ayah Maya yang kemudian berujung pada jatuh sakitnya Sudarsih (Ully Triani), ibu Maya.
Sebelum jatuh sakit, ibu Maya mempunyai kebiasaan aneh yakni menumbuk lesung kosong setiap pagi. Kebiasaan ini ternyata telah diwariskan oleh sang ayah sejak lama.
Namun diketahui, lesung itu ternyata bukan sekadar alat rumah tangga. Lesung itu digunakan sebagai media persekutuan dengan makhluk halus, jin, dan setan, untuk membawa keberuntungan.
Ternyata, ada kekuatan jahat yang lebih besar dan tidak disadari oleh Maya. Kekuatan itu adalah wujud dari keserakahan manusia. Dia adalah makhluk gaib yang membantu mencapai kejayaan dan ketenaran dengan mengorbankan kehidupan orang yang kita cintai.
Film horor Indonesia yang bertema pesugihan sebagai premis ceritanya bisa dibilang sudah cukup banyak. Namun, dalam film Perewangan ini, tema pesugihan tersebut dikemas dengan konsep kekeluargaan, sehingga terasa sedikit lebih berbeda. Malahan, saking kentalnya elemen kekeluargaan itu, kita jadi tidak bisa sepenuhnya kesal terhadap karakter yang sudah melakukan pesugihan dengan mengorbankan keluarganya.
Lalu, dari segi horor, film ini benar-benar berhasil membuat penonton merasa tegang sejak adegan pembukanya. Ketegangan tersebut pun terasa sangat intens hingga akhir film, seolah penonton hampir enggak diberikan jeda untuk bernapas. Hal ini terjadi berkat penggunaan berbagai elemen horor yang tepat, bahkan dari build-up untuk setiap momen jump scare-nya sudah terasa sangat intens.
Jujur, memang di pertengahan film ada elemen horor yang terasa terlalu sering digunakan alias overused. Lalu, ada juga beberapa detail plot yang kurang dijelaskan lebih mendalam. Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu mengganggu pengalaman sewaktu menonton, karena pembangunan premisnya yang sudah rapi serta penggunaan elemen horornya yang tepat.
Pada akhirnya, secara mengejutkan, Perewangan berhasil melebihi ekspektasi penulis dengan guliran ceritanya yang solid dan rapi. Kengeriannya juga benar-benar terasa dibangun sangat intens sejak awal hingga akhir, walaupun untuk beberapa penonton mungkin akan beranggapan bahwa film ini memiliki tempo yang cukup lambat.