Review Pasar Setan: Mengangkat Premis dan Budaya Mistis yang Menarik, Tapi...
Baba Qina - Jumat, 1 Maret 2024 16:40 WIBKetika kita berbicara tentang pasar, yang mungkin terlintas dalam pikiran kita adalah keramaian kegiatan jual-beli antara pedagang dan pembeli. Baik itu jualan sayur, buah-buahan, atau barang elektronik, semua sepertinya dapat ditemui di pasar.
Namun, pasar tidak hanya sekadar tempat transaksi komersial, karena ia juga mencerminkan lokasi strategis yang mempermudah distribusi barang untuk dijangkau oleh konsumen dan produsen. Namun, bayangkan jika pasar tidak terletak di tengah pemukiman masyarakat dan transaksinya tidak melibatkan manusia, akan tetapi malah melibatkan makhluk tak kasat mata.
Kira-kira premis itulah yang ingin coba diangkat oleh sebuah film horor bertajuk Pasar Setan. Kisah dalam film Pasar Setan dimulai dengan kisah karakter seorang perempuan bernama Rani (Michelle Tahalea). Ia adalah seorang perwira polisi perempuan yang ditugaskan untuk menangani kasus pembunuhan di sebuah hutan terlarang.
Alur cerita berlanjut ketika kasus pembunuhan ini melibatkan seorang vlogger terkenal bernama Tamara (Audi Marissa). Belakangan, Tamara menjadi sorotan lantaran dirinya ketahuan mengunggah video horor palsu. Tak ingin kariernya kian meredup, Tamara dan ketiga temannya akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah berbahaya. Dirinya bertekad untuk mengetahui seluk beluk tentang mitos pasar setan.
Tamara dan rekan-rekannya akhirnya memulai perjalanan untuk menemukan pasar setan dan membuktikan keberadaaannya. Hal ini dilakukan Tamara tentu saja untuk mengembalikan karier dan nama baiknya. Dari situ, masalah yang berhubungan dengan dunia gaib pun mulai muncul.
Sejujurnya, penulis cukup kebingungan harus memulai dari mana ketika ingin mengulas film ini. Karena, secara subjektif, untuk urusan akting pun terasa dan terlihat sekali semua pemeran yang terlibat tidak memerankan karakternya dengan sangat menjiwai.
Wajah mereka semua terlihat datar, dialog terdengar biasa saja, dan setiap emosi terasa tertahan serta tidak sampai ke penonton. Lebih-lebih, mengenai lokasi pasar setan, yang sangat kurang dieksplor, seolah-olah hanya menjadi pemanis dan pemikat untuk para calon penonton.
Sejujurnya, budaya mistis yang diangkat untuk dijadikan tema dalam film ini sangat potensial untuk nantinya bisa dikembangkan menjadi suguhan film yang bagus. Tapi nyatanya, yang terlihat dan dirasakan penonton, eksekusi film untuk menjadi bagus tersebut justru menjadi gagal.
Dalam pandangan umum, pengalaman menonton film yang kurang memuaskan seperti ini bisa menjadi sebuah pelajaran berharga bagi para sutradara dan produser film. Terlalu sering kita melihat potensi besar dalam sebuah konsep cerita, seperti budaya mistis yang kaya, namun eksekusi yang kurang tepat malah bisa merugikan hasil akhirnya.
Secara keseluruhan, mengevaluasi sebuah film bukan hanya tentang kritik, tetapi juga tentang memberikan umpan balik yang konstruktif. Harapannya, film-film di masa depan yang mengangkat tema budaya mistis dapat memanfaatkan potensi ini dengan lebih baik dan memberikan pengalaman yang lebih memuaskan bagi penonton. Better luck next time, IDN Pictures!