Review Pabrik Gula: Film Horor dengan Muatan Pesan Moral yang Kuat

Baba Qina - Minggu, 30 Maret 2025 08:12 WIB
Review Pabrik Gula: Film Horor dengan Muatan Pesan Moral yang Kuat

Setelah sukses dengan KKN di Desa Penari & Badarawuhi, kini kita kembali disuguhkan oleh sebuah film adaptasi dari thread buatan Simpleman berjudul Pabrik Gula. Cerita ini memang sempat viral pada tahun 2020 lalu, di mana keseluruhan cerita dibagi menjadi 3 bagian.

Pabrik Gula akan menceritakan sekelompok buruh musiman, yakni Endah (Ersya Aurelia), Fadhil (Arbani Yasiz), Dwi (Arif Alfiansyah), Hendra (Bukie Mansyur), Wati (Wavi Zihan), Ningsih (Erika Carlina), dan Franky (Benidictus Siregar). Ketujuhnya bergabung dengan puluhan pekerja lainnya yang sudah bekerja di sebuah pabrik gula untuk mempercepat proses penggilingan tebu selama musim panen.

Di awal bergabung, tidak ada hal aneh yang terjadi. Pekerjaan pun berjalan lancar tanpa hambatan. Namun, situasi berubah ketika suatu malam Endah terbangun dan mengikuti sosok misterius keluar dari asrama tempat mereka menginap. Tak lama dari situ, insiden aneh mulai terjadi di Pabrik Gula. Para buruh mulai mengalami serangkaian teror yang semakin intens, mulai dari kecelakaan kerja hingga kematian tragis di sumur pabrik.

Ternyata, usut punya usut, serangkaian teror tadi berkaitan erat dengan rahasia kelam di Pabrik Gula tersebut yang melibatakan para makhluk halus. Diduga, para penghuni tak kasat mata tersebut marah dan menuntut nyawa para buruh sebagai balasan.

Secara narasi, film Pabrik Gula dikemas layaknya thread Twitter dengan build-up yang perlahan dan tetap rapi. Semua hal mengenai misteri terkait Pabrik Gula tersebut dibangun dengan baik tanpa menggunakan trope semacam plot twist yang saat ini tampaknya sudah sangat membosankan. Akan tetapi, temponya yang cenderung lambat, mungkin akan menjadikan film ini tampak melelahkan.

Sineas Awi Suryadi memang sudah terkenal sebagai salah satu pembuat film horor ternama di Indonesia. Beberapa trademark yang dimiliki pada berbagai filmografinya coba kembali dibawa dalam film Pabrik Gula, salah satunya adalah slow-building fake jumpscare yang digunakan untuk menakuti dan sedikit menipu penonton demi memberikan sensasi horor jangka panjang.

Selain itu, iringan scoring pada beberapa adegan dan nuansa tempatnya yang mistis juga meningkatkan intensitas horor yang ingin dibawa oleh Awi dalam film terbarunya ini. Meski begitu, permainan kameranya yang tampak tidak konsisten dan jumlah jumpscare-nya yang tampak terlalu banyak justru seakan menjadi pedang bermata dua sehingga berpotensi membuat horornya lebih mengerikan sekaligus juga menurunkan elemen tersebut secara drastis.

Layaknya berbagai film horor karya Awi Suryadi sebelumnya, selalu terselip pesan sentilan di dalamnya, tak terkecuali dalam Pabrik Gula ini. Film ini coba menampilkan petaka yang hadir ketika satu atau lebih orang asing kurang menghargai tata aturan pada satu daerah, yang tampaknya dibawakan dengan cukup baik di sini. Itulah yang membuat film ini jauh lebih berbobot dibanding horor lokal kebanyakan, yang meningkatkan overall value darinya.

Akhir kata, Pabrik Gula memang bukanlah film horor yang sempurna dengan sederet poin yang sebetulanya bisa dikembangkan lebih baik lagi. Akan tetapi, muatan pesan moral serta berbagai hal baik lainnya tetap membuat film ini sangat layak dinikmati, terutama untuk mengisi libur Lebaran tahun ini.