Review Not Friends: Sebuah Surat Cinta untuk Sinema, Filmmaking dan Persahabatan

Baba Qina - Kamis, 25 Januari 2024 17:28 WIB
Review Not Friends: Sebuah Surat Cinta untuk Sinema, Filmmaking dan Persahabatan
Thitiya Jirapornsilp dan Anthony Buisseret dalam Film Not Friends (foto/image: imdb)

Ada sejumlah film yang dapat disebut sebagai surat cinta untuk sinema. Yang terbaru sebut saja Jatuh Cinta Seperti di Film-Film karya Yandy Laurens, atau Humba Dreams garapan Riri Riza. Sineas Quentin Tarantino juga pernah menelurkan Once Upon a Time in Hollywood, serta industri hiburan Korea Selatan juga tak mau kalah lewat film yang berjudul Cobweb.

Kini, yang paling anyar, ialah film berjudul Not Friends, yang menjadi karya debut Atta Hemwadee serta menjadi perwakilan Thailand untuk kategori International Feature di Academy Award ke-96. Ceritanya yang bertema coming of age memang memiliki premis persahabatan dan dunia film yang erat dengan kehidupan kita.

Film Not Friends mengisahkan tentang Pae (Anthony Buisseret), seorang siswa yang baru pindah ke sebuah sekolah. Di sana, ia duduk sebangku dengan Joe (Pisitpol Ekaphongpisit) yang sangat ceria dan lugas. Setelah karyawisata, Pae menyaksikan Joe meninggal dunia usai ditabrak mobil di depan sekolah. Insiden itu membuat sekolah berduka, tapi dalam seminggu, situasi menjadi normal seperti semula. Pae dan teman-teman lalu fokus dengan persiapan untuk kuliah.

Pae sendiri memiliki kesulitan karena ia diminta sang ayah untuk melanjutkan bisnisnya, padahal Pae sangat ingin belajar film. Hingga suatu ketika, seorang senior mengumumkan lomba film pendek yang berhadiah kuliah jurusan film. Pae mulai tercerahkan dan mengikuti lomba dengan menggunakan cerita mengenang mendiang Joe. Rencana itu ternyata disambut baik oleh pihak sekolah dan keluarga Joe.

Rasa-rasanya sudah lama sekali kita tidak melihat kisah persahabatan anak sekolah semanis ini di layar lebar. Dan di awal tahun 2024 ini, Not Friends benar-benar sukses menghadirkan kembali hal tersebut. Premisnya sekilas memang terlihat sederhana. Namun, sang sutradara berhasil meramunya menjadi kisah persahabatan dan pencarian jati diri yang cukup kompleks.

Kompleksitas tadi juga didukung dengan penulisan karakter-karakternya yang apik. Naik turun perkembangan karakternya benar-benar tidak terduga, tapi tetap relatable. Lika liku perjalanan Pae dan kawan-kawan dalam memproduksi film pendek juga menjadi sebuah medium bercerita yang unik dan asik untuk dieksplor. Sedikit banyak kita juga akan menjadi tahu mengenai teknik membuat film.

Salah satu elemen terkuat dari film ini menurut penulis adalah komedinya yang tergambar sangat “chaos”, khas film Thailand pada umumnya. Tapi tentu saja film ini tak lupa menyelipkan banyak easter egg yang dijamin akan membuat para sinefil tersenyum sumringah.

Namun, masih ada satu kelemahan yang mengganjal dari film ini. Not Friends sepertinya agak kebingungan untuk menentukan bagaimana film ini seharusnya diakhiri. Ya, hal itu membuat babak ketiga film ini terasa overstrecthed, yang membuat durasinya menjadi agak kepanjangan.

Tapi tetap, Not Friends sungguh sebuah persembahan yang luar biasa dari debut sutradara Atta Hemwadee. Sebuah surat cinta untuk sinema, filmmaking, dan persahabatan. Sebuah film awal tahun yang sangat menakjubkan dan juga magis.