Review Kultus Iblis: Kisah Pesugihan Berujung Penyesalan
Baba Qina - Sabtu, 4 November 2023 19:48 WIBPesugihan masih sangat akrab dengan pandangan sebagian masyarakat Indonesia sehingga tema ini masih relevan diangkat meski di era digital saat ini. Bukan sesuatu yang baru memang, tapi tema ini bisa menjadi pelajaran baik tentang keburukan "jalan instan" untuk menjadi kaya. Dan satu lagi film Indonesia yang coba mengangkat tentang fenomena ini. Film tersebut berjudul Kultus Iblis.
Kultus Iblis menceritakan tentang kisah kakak beradik yang bernama Naya (Yasamin Jasem) dan Raka (Fadi Alaydrus). Suatu hari sang ayah meninggal dengan cara yang mengerikan. Namun anehnya, saat menuju proses pemakaman, jenazah sang ayah tiba-tiba menghilang secara misterius. Mengetahui kenyataan itu, Naya dan Raka syok. Mereka hampir tidak mempercayainya ditambah fakta bahwa sang ayah meninggal secara tragis dan mengerikan.
Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke kampung halaman ayahnya. Tujuannya hanya satu, yakni mencari tahu penyebab semua hal mengerikan itu terjadi. Rupanya keluarganya menyimpan sebuah rahasia besar. Rahasia itulah yang menjadi sebab ayahnya meninggal secara mengerikan. Di tengah pencarian rahasia keluarga tersebut, Naya dan Raka justru terjebak di desa kampung halaman ayah yang sangat berbahaya dan penuh dengan teror mengerikan.
Lantas, bagaimana kisah selanjutnya? Dapatkah Naya dan Raka menyelamatkan diri dan keluar dari desa berbahaya itu? Lalu apakah rahasia yang selama disimpan oleh keluarganya?
Ada banyak parameter dalam menilai film horor dan salah satunya adalah melalui pembangunan suasana horornya itu sendiri. Trik horor apa yang sineas gunakan serta apakah trik-trik tersebut dibuat secara natural atau dipaksakan. Cara kemunculan trik-trik tadi lantas mempengaruhi bagus atau tidaknya sebuah film horor, termasuk dalam Kultus Iblis ini. Bangunan horornya secara terang-terangan mengandalkan beragam macam penampakan, di samping scoring atau efek suara yang mengejutkan.
Nah, bicara soal aspek suara atau musik, beberapa kali pula unsur tersebut muncul dengan berlebihan sedari segmen-segmen awal film. Cara yang instan untuk mengejutkan penonton, memang. Tapi hal itu pun gagal. Malahan hal tersebut bisa dikatakan sebagai pengganggu.
Premis lari, melepaskan diri, atau mengakali perjanjian dengan iblis atau setan sebetulnya bukan kali pertama diterapkan dalam sebuah film Indonesia. Sudah ada beragam judul lainnya seperti Pengabdi Setan, Kajiman: Iblis Terkejam Penagih Janji, atau yang baru-baru ini rilis yakni Di Ambang Kematian. Dan Kultus Iblis lagi-lagi mencoba formula yang sama, mengemas alur ceritanya agar penuh misteri pada babak-babak awal, dan baru mulai membuka berbagai informasi saat menuju ke bagian akhir.
Namun, pada saat yang bersamaan, hal di atas tadi lantas menimbulkan ketidakpuasan terhadap bagian awal cerita. Rasa tenang atas pembukaan satu per satu informasi rupanya baru diperoleh ketika cerita telah berjalan setengah film. Ketika berbagai kejanggalan sudah kelewat sesak memenuhi kepala kita.
Segi teknis film Kultus Iblis memang berhasil mendatangkan keseraman horor dan serangkaian teror, tetapi malah luput untuk memanusiakan beberapa karakternya. Sejak cerita bermula, film ini cenderung untuk memposisikan para karakternya sekadar hidup hanya untuk menunggu giliran kapan mati saja.
Tapi paling tidak, film ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua, karena ketika pesugihan sudah menjadi jawaban atas doa setiap manusia, maka yang ada hanyalah penyesalan yang tidak akan pernah ada ujungnya.