Review How to Make Millions Before Grandma Dies: Komedi Berbalut Drama yang sangat Hangat
Baba Qina - Kamis, 16 Mei 2024 17:59 WIBBagi para sinefil tentunya sudah mengenal GDH 559, sebuah rumah produksi asal Thailand yang dikenal dengan keberhasilannya dalam memproduksi film dan series berkualitas. Belum genap satu dekade berdiri, GDH (Gross Domestic Happiness) sudah sukses menciptakan film maupun series yang sukses dan mendapat penghargaan dalam kancah internasional.
Kini, mereka kembali dengan judul terbarunya, How To Make Millions Before Grandma Dies atau dalam bahasa Thailandnya dikenal Lahm Mah. Film ini juga menjadi debut film panjang bagi Pat Boonnitipat, yang sebelumnya dianggap sukses dalam menggarap beberapa mini serie seperti Diary of Tootsies, Project S, dan Bad Genius.
How To Make Millions Before Grandma Dies bercerita tentang karakter M (Billkin Putthipong), yang rela meninggalkan pekerjaannya dan memilih untuk tinggal di rumah sang nenek untuk merawat neneknya atau yang biasa dipanggil Amah (Usha Seamkhum) yang tengah mengalami kanker usus stadium akhir. Namun, niat M merawat neneknya bukan diawali oleh niat yang tulus, pasalnya dirinya ingin mendapatkan warisan lebih banyak dengan membuat neneknya menyukainya dibandingkan anggota keluarga yang lain.
Ide tersebut pun muncul dari Mui (Tontawan Tantivejakul), sepupunya yang sudah mendapatkan warisan rumah dari sang kakek. Mui pun memberikan saran bagaimana agar bisa mendapatkan “peringkat pertama” sebagai orang yang paling disukai neneknya. M pun melakoni perannya sebagai cucu yang baik, mulai dari membantu nenek berjualan bubur dan menemaninya menjalani pengobatan. Semakin lama, M justru terbiasa dengan berbagai aktivitas yang dikerjakan neneknya bahkan merasakan kasih sayang yang tulus pada neneknya tersebut.
Well, bagi sobat nonton yang beretnis Chinese atau Tionghoa, mungkin akan sangat relate ketika menonton film ini. Pasalnya, aspek budaya keluarga Chinese-Thailand yang diangkat di film ini terasa kental dan dekat dengan keluarga Chinese modern saat ini, seperti anak muda yang sudah tidak bisa berbahasa mandarin, atau nenek yang terus-terusan mengumpat memakai bahasa mandarin. Hal-hal tersebut seringkali kita temui dalam kehidupan keluarga Chinese modern saat ini.
Konflik perebutan warisan keluarga yang kompleks di film ini rupanya juga mampu memberikan motivasi dan emosi kepada masing-masing karakter, meskipun masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Tidak sedikit juga kita akan dibuat kesal karena perlakuan karakter ke keluarganya sendiri. Penulis menjamin, sobat nonton akan dibuat sesak ketika melihat karakter nenek atau Amah di film ini.
Berbicara soal karakter Amah, di sepanjang film kita juga akan dibuat terpingkal, salah satunya dari celetukan-celetukan Amah yang tanpa tedeng aling-aling ketika menghina cucu dan anak-anaknya. Hal tersebut bukan hanya lucu, akan tetapi juga menohok. Dipadukan pula dengan jawaban M yang pandai bersilat lidah, sehingga berhasil menggambarkan kedekatan antara cucu dan neneknya yang terbangun perlahan dari keseharian mereka.
Selain karakter Amah, sobat nonton pasti akan dibuat kagum oleh penggambaran karakter M sebagai sosok caregiver bagi Amah yang mengidap penyakit kanker. Meskipun didasari oleh niat yang tidak baik, namun kami bisa merasakan ketulusan dan kesusahan M dalam menghadapi Amah yang semakin hari semakin melemah kesehatannya.
Didasari oleh unsur naratif yang kuat, tidak lantas membuat film ini kehilangan aspek teknis, khususnya sinematografinya yang juga luar biasa. Penulis menemukan banyak sekali shot dengan intensi yang dipikirkan dengan sangat matang, yang berhasil memberikan tidak hanya keindahan tapi juga jiwa di setiap gambarnya. Terasa nyata tapi juga sinematik.
Pada akhirnya, GDH lagi-lagi menelurkan sajian komedi berbalut drama yang sangat hangat, sekaligus sangat dekat dengan kehidupan kita semua. Porsi drama dan komedinya yang diracik dengan sangat baik, dijamin akan mengaduk emosi sobat nonton dengan beragam momen haru dan lucu yang hanya bisa dirasakan di dalam hati.