Review Film The Crow: Karakter Utama dan Kualitas Visualnya Mampu Menutupi Kelemahan Naskahnya

Baba Qina - Selasa, 27 Agustus 2024 17:25 WIB
Review Film The Crow: Karakter Utama dan Kualitas Visualnya Mampu Menutupi Kelemahan Naskahnya

Pasangan kekasih Eric (Bill Skarsgård) dan Shelly (FKA twigs) dibunuh secara brutal ketika setan dari masa lalu Shelly yang kelam menyusul mereka. Diberi kesempatan untuk menyelamatkan cinta sejatinya dengan mengorbankan dirinya sendiri, Eric bertekad untuk membalas dendam tanpa ampun kepada para pembunuh mereka.

Ia kemudian melintasi dunia manusia yang masih hidup dan yang sudah meninggal untuk meluruskan hal-hal yang salah. Itulah kisah yang tersaji dalam salah satu film remake paling dinantin tahun ini, The Crow. Menurut penulis, karya sutradara Rupert Sanders ini memiliki kekuatan dan kelemahan yang cukup berimbang.  

Pada dasarnya, jika ditinjau dari segi cerita, tidak ada yang spesial atau tawaran baru dari film ini. Bahkan, ada sejumlah kelemahan dari segi penggalian karakternya. Namun, atmosfer kelam dan gelapnya lah yang sanggup menjadikan The Crow ini terasa spesial.

Cerita yang hadir pun merupakan kisah balas dendam biasa yang berjalan lurus tanpa ada kelokan berupa kejutan maupun selipan unsur lain yang membuat plotnya lebih dinamis dan variatif. Karakterisasinya pun termasuk dangkal, bahkan jika Eric Draven tidak berubah menjadi The Crow yang keren akan sulit bagi penonton untuk bersimpati pada kisah tragisnya.

Beruntung, karakter Eric saat sudah menjadi The Crow adalah sosok anti-hero yang luar biasa keren. Lupakan fakta bahwa ia lebih memilih style baroque-nya itu. Melihat sosoknya yang tidak bisa dilukai serta tidak ragu untuk bertindak kejam pada korbannya jelas sudah memberikan suatu hiburan yang luar biasa.

Menurut penulis, karakternya juga terasa keren karena intensinya menggunakan kekerasan serta tingkahnya yang nampak begitu santai bahkan cenderung "bercanda" saat mengeksekusi para korbannya. Ditambah akting brilian dari Bill Skarsgård, yang menjadikan sosok Eric Draven atau The Crow punya segala aspek yang menjelaskan mengapa anti-hero macam Batman jauh lebih mudah disukai daripada sosok superhero yang (nyaris) sempurna seperti Superman.

Selain itu, aspek visual film ini juga terbilang sanggup menutupi kelemahan pada naskahnya. Lewat suguhan sinematografi berkelas dari Steve Annis yang didominasi kegelapan, The Crow terlihat begitu stylish. Lihat juga bagaimana hamparan kota Detroit di malam hari yang terlihat begitu megah sekaligus mengerikan. Tapi, semua itu bukan hanya untuk gaya-gayaan saja, karena pengemasan visualnya yang kelam turut mendukung suasana dalam ceritanya di mana digambarkan kota Detroit adalah kota yang dipenuhi kriminalitas.

Jadi, puas atau tidaknya sobat teater dengan The Crow akan tergantung apakah bagi sobat teater kelebihan pada visual dan akting Bill Skarsgård mampu menutupi kekurangan pada sektor naskahnya. Namun bagi penulis, semua hal di atas tadi tentu saja mampu.