Review Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House)

Reskia Ekasari - Senin, 3 Maret 2025 09:45 WIB
Review Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House)

Pernikahan Arwah (The Butterfly House) yang merupakan karya Paul Agusta merupakan film horor yang membangkitkan kembali tradisi Tionghoa kuno.

Film horor ini memadukan antara unsur tradisi Tionghoa dengan kisah cinta tragis, serta misteri arwah leluhur.

Temanya adalah pernikahan arwah, yang menjadi ritual bagi orang yang meninggal sebelum menikah.

Produksi Entekeley Media Indonesia dan Relate Films ini, telah tayang di bioskop sejak 27 Februari 2025.

Penggabungan antara Elemen Budaya Tionghoa dengan Nuansa Horor

Berbeda dengan film horor Indonesia pada umumnya, Pernikahan Arwah berani menggabungkan elemen budaya Tionghoa dengan nuansa horor yang kental.

Selain itu, film ini juga menyelipkan kisah cinta yang tragis di antara teror yang menghantui.

Paul Agusta dikenal dengan gaya film yang personal dan eksperimental, sehingga Pernikahan Arwah menjadi medium untuk eksplorasi isu identitas.

Dengan demikian, film ini memberikan pengalaman yang lebih kaya dari sekadar tontonan horor biasa.

Visual dengan Pendekatan Horor yang Terang

Dari segi visual, film ini memilih pendekatan horor yang terang, berbeda dengan film horor Indonesia pada umumnya yang cenderung gelap.

Selain itu, kebanyakan film horor di Indonesia juga masih terpaku pada visual penuh bayangan dan minim pencahayaan.

Berbeda dengan film Pernikahan Arwah. Justru film horornya menggunakan visual yang terang. Bahkan lebih mirip seperti drama sejarah daripada film horor.

Namun, kepiawaian dalam mempertahankan nuansa seram patut dapat jempol.

Pendekatan ini memberikan nuansa yang unik dan disturbing, sehingga ritual-ritual yang terjadi terasa lebih mengerikan.

Selain itu, pencahayaan natural yang hangat khas rumah-rumah peranakan semakin menambah kengerian dalam film ini.

Pendekatan semacam ini mengingatkan kita ke film horor-thriller Midsommar (2019) yang merupakan karya Ari Aster.

Film itu memakai cahaya siang sebagai elemen disturbing. Bedanya hanya Pernikahan Arwah tak bermain overexposure atau warna-warna yang mencolok.

Simbolisme Kupu-kupu dalam Film Pernikahan Arwah

Ada satu elemen menarik pada Pernikahan Arwah (The Butterfly House), yakni simbol kupu-kupu itu sendiri.

Kehadiran dari kupu-kupu, menjadi elemen yang menguatkan atmosfer mistis di dalam film.

Di dalam budaya Tionghoa, kupu-kupu berkaitan dengan beberapa hal seperti cinta sejati, reinkarnasi, dan juga transformasi antara hidup dan juga mati.

Kehadiran kupu-kupu ini, memang menghadirkan makna yang sesuai dengan inti cerita dari film ini.

Kupu-kupu, memang sering muncul berulang di berbagai adegan. Bahkan kupu-kupu ini juga bukan sekadar ornamen visual belaka.

Pendekatan dari Paul Agusta untuk menghadirkan simbol ini memang patut dapat apresiasi.

Pasalnya, eksplorasi dari makna kupu-kupu itu sendiri memang baru sampai pada puncaknya di akhir film.

Menariknya lagi, Paul Agusta membiarkan penonton menyusun sendiri misteri yang kepingan-kepingannya tersebar sejak awal film ini mulai.