Review Film Do You See What I See: Salah Satu Film Horor Lokal Terbaik Tahun Ini
Baba Qina - Jumat, 17 Mei 2024 15:28 WIBSeiring dengan kesuksesan yang diraih oleh film KKN di Desa Penari, nama sang sutradara, Awi Suryadi juga semakin dikenal publik pecinta film Indonesia. Meskipun bukan nama yang baru sebagai sutradara, namun banyak dari penikmat film Indonesia yang mengetahui nama ini ketika film KKN di Desa Penari melambung tinggi serta menciptakan sejarah dunia perfilman di Indonesia.
Kini, setelah terakhir kali menggarap film horor berjudul Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul pada akhir tahun lalu, Awi Suryadi kembali menelurkan horor terbarunya yang berjudul Do You See What I See. Diangkat dari podcast yang berjudul sama, film Do You See What I See akan mengadaptasi episode 64 yang berjudul First Love.
Kisah film Do You See What I See bermula ketika Vey (Shenina Cinnamon) yang baru saja menjadi seorang mahasiswi di salah satu universitas negeri. Ia memutuskan untuk kos agar mobilitasnya lebih mudah. Vey lalu bertemu dan tinggal bersama dengan mahasiswi lainnya yang bernama Mawar (Diandra Agatha).
Suatu ketika, Mawar mengatakan bahwa dirinya sudah memiliki seorang pacar bernama Restu (Noval Tubagus). Restu sendiri merupakan first love atau cinta pertama Mawar. Lambat laun, Vey merasa curiga sebab Restu selalu mengunjungi Mawar pada pukul setengah sebelas malam. Betapa terkejutnya Vey ketika mengetahui bahwa Restu sebenernya bukan seorang manusia melainkan pocong.
Lama tidak mendengar kabar temannya, Vey tiba-tiba mendapatkan pesan dari adik Mawar yang bernama Melati (Ratu Rafa). Melati mengabarkan bahwa keluarganya meninggal secara tidak wajar dan kakaknya pun menjadi salah satu korban. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Mawar?
Film horor idealnya memang dibuat untuk menakut-nakuti, tapi bagaimana jika film horor ternyata memiliki potensi lebih? Inilah yang coba ditawarkan oleh film Do You See What I See. Sejak awal film, kita semua akan terbawa suasana Bohemian ala anak kampus yang riang gembira karena semua momen dirayakan bersama sahabat terdekat, meski keadaan sesulit apapun yang menghadang.
Selain itu, nilai plus lainnya dari film ini adalah kepedulian Awi Suryadi terhadap detail saat membuat set, baik itu suasana kampus, ruang siaran radio, ruang kost-kostan, dan tentu saja kuburan yang terlihat angker. Saking detail dan rapinya hal tersebut, kita benar-benar akan terbawa suasana anak kuliahan di tahun 1996.
Kemudian, usaha lainnya dari Awi Suryadi adalah ia berhasil menghidupi karakter-karakter di dalamnya. Kita bisa merasakan bahwa karakter di sini hampir semuanya dapat mencuri perhatian dan tidak terasa sebagai karakter satu dimensi saja. Usaha menampilkan teror yang semakin canggih dan artistik juga terlihat di dalam film ini, bahkan makin disempurnakan oleh teknik-teknik penempatan kamera yang ciamik. Karena beberapa poin plus tadi lah maka potensi lebih di film ini semakin dapat tergali.
Walaupun masih ada sedikit poin negatifnya, seperti masih digunakannya elemen-elemen horor indonesia pada umumnya, serta jumpscare yang mudah sekali diprediksi kehadirannya. Begitupun adanya karakter comedy relief yang lucunya terasa nanggung dan terkesan dipaksakan.
Tapi pada akhirnya, boleh dibilang, di tengah keseragaman horor lokal, terutama yang mengedepankan sosok pocong, Do You See What I See di luar dugaan mampu menawarkan modifikasi, baik dalam metode menakut-nakuti maupun kemasan presentasi. Andai saja Awi Suryadi mampu menambal sedikit lubang di atas tadi, bukan mustahil Do You See What I See akan bertengger di puncak daftar horor lokal terbaik tahun ini.