Review Film Barbie: Sajikan Isu-Isu Sosial dengan Menyenangkan

Sobat teater pernah kebayang tidak kalau hidup dan tinggal di dunia Barbie itu ternyata tidak seindah yang dibayangkan? Ya, tinggal di Barbie Land bukan berarti menjadi makhluk yang sempurna di tempat yang sempurna. Inilah krisis dirasakan oleh salah satu Barbie (Margot Robbie) yang membuatnya mempertanyakan dunia dan keberadaannya.

Kisah itu tersaji dalam karya terbaru sutradara Greta Gerwig berjudul Barbie. Menurut penulis, produksi terbaru Warner Bros. Pictures ini sangat menarik, terutama dalam hal bagaimana Gerwig mampu memadukan citra bonek Barbie yang sempurna dan ideal, dengan dunia manusia yang justru sebaliknya.

Menurut penulis, salah satu hal yang paling menonjol dan menjadi kekuatan Barbie adalah cara bagaimana film ini menyuguhkan singgungan soal kemanusiaan, topik yang sudah jarang dibicarakan. Meski harus diakui tidak digali secara mendalam, namun itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa apa yang disajikan Gerwig boleh jadi benar adanya.

Kesimpulannya pun bicara soal bagaimana semua orang bisa dan boleh menjadi apa saja meski dunia atau masyarakat tidak sepakat dengan keinginannya. Termasuk stigma-stigma kehidupan tertentu yang ada di dalamnya. Di titik ini, menurut penulis, Barbie mampu bicara soal itu.

Dan pada akhirnya, seperti yang mudah diprediksi, Barbie menjadi "alat" Gerwig untuk mencoba memahami apa itu gender, feminisme dan eksistensialisme. Menariknya, isu-isu yang terbilang berat itu mampu disuguhkan oleh sang sutradara dengan menyenangkan, tanpa menggurui, lewat desain kostum, desain produksi, serta akting Margot Robbie dan Ryan Gosling yang gemilang.