Review Bila Esok Ibu Tiada: Bikin Hati Bergetar!!!

Baba Qina - Sabtu, 16 November 2024 08:15 WIB

Sosok ibu seringkali digambarkan sebagai orang yang penuh dengan kasih sayang, pengorbanan, perjuangan, dan pengabdian tanpa pamrih. Tidak ada satu hal pun yang bisa membalas jasa seorang ibu. Nah, perjuangan seorang ibu tadi kerap diangkat ke layar lebar dengan jalan cerita yang penuh haru, seperti dalam film terbaru karya Rudi Soedjarwo yang berjudul Bila Esok Ibu Tiada ini.

Film Bila Esok Ibu Tiada sendiri bercerita tentang sebuah keluarga yang baru saja kehilangan sosok suami dan ayah bernama Haryo (Slamet Rahardjo). Rangka (Adinia Wirasti) sebagai tulang punggung keluarga yang terlalu otoriter, membuat hubungan kakak-beradik di dalam keluarga ini menjadi renggang.

Sementara itu, sang ibu, Rahmi (Christine Hakim), berharap agar keempat anaknya bisa hidup rukun dan saling menjaga. Konflik demi konflik terus hadir dan membuat keluarga ini semakin tidak harmonis. Lantas, akankah keempat anak ini berhasil mengabulkan keinginan terakhir Rahmi? Dan keinginan apakah itu?

Paparan cerita dalam film ini sebenarnya tergarap sederhana. Pengembangan premis di atas tadi juga tidak pernah terasa spesial atau berusaha untuk menjadikannya terlihat berbeda dengan banyak film drama keluarga lain yang menjadi pendahulunya. Yang membuat film ini terasa begitu istimewa dan kuat dalam bercerita adalah kesensitivitasan pengarahan yang diberikan oleh Rudi Soedjarwo pada tiap konflik maupun karakter yang hadir dalam linimasa ceritanya.

Ya, Rudi mencoba memperlakukan drama keluarganya dengan begitu humanis dan apa adanya. Dengan begitu, tiap konflik dan karakter yang ditampilkan di sini dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam pada alur pengisahan utama serta tidak hanya sekadar menjadi bentrokan antara hitam dan putih.

Di tangan sutradara lain, Bila Esok Ibu Tiada mungkin bisa saja digubah menjadi presentasi melodrama yang dipaksakan untuk tampil sentimental dalam menyentuh hati penontonnya. Pada sejumlah bagian di paruh akhir penceritaannya, Bila Esok Ibu Tiada memang sempat terasa hampir terjebak di wilayah penceritaan tersebut. Beruntung, pengarahan lugas yang diberikan oleh Rudi serta naskah cerita yang ia tuliskan bersama dengan Oka Aurora dan Adinia Wirasti ini terus mampu untuk mempertahankan kesan drama keluarga yang membumi daripada menonjolkan intensitas emosional berlebihan yang menjemukan tadi.

Kekuatan pengarahan dari Rudi Soedjarwo juga dapat dirasakan pada pilihan-pilihan gambar yang dihadirkan oleh sinematografer Ade Putra Adityo, yang dengan intimnya mampu menangkap guratan ekspresi dari wajah tiap karakter atau memberikan pernyataan tegas tentang arti keeratan hubungan tiap anggota sebagai sebuah kesatuan di dalam unit keluarga.

Jangkar emosional terbesar film ini, tentu saja, hadir dalam penampilan fantastik yang diberikan oleh Christine Hakim. Penampilannya otomatis menjadi nyawa yang membuat tuturan film ini begitu mudah untuk meresap ke dalam hati setiap mata yang menyaksikannya dan mendorong mereka untuk memeluk, menyapa, atau bahkan sekadar mengingat setiap sosok ibu yang telah hadir dalam kehidupan mereka.

Dan pada akhirnya, Bila Esok Ibu Tiada berhasil untuk tampil sederhana dan membumi, serta akan membuat hati bergetar tatkala menontonnya. Film ini juga akan meninggalkan renungan besar bagi kita, bagaimana memaknai keluarga seiring kita bertumbuh dewasa.