Review Ancika: Dia yang Bersamaku 1995: Tampil Superior Dibanding Pendahulunya

Baba Qina - Jumat, 12 Januari 2024 13:38 WIB
Review Ancika: Dia yang Bersamaku 1995: Tampil Superior Dibanding Pendahulunya

Jika sobat teater masih merasa belum terpuaskan akan kisah romansa dari pasangan karakter Dilan dan Milea setelah pengisahan Dilan 1990 dan Dilan 1991, kini rumah produksi MD Pictures coba menuturkan kembali kisah cinta dua sejoli ciptaan Pidi Baiq ini ke sebuah kisah lanjutannya yang berjudul Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 dengan aktor dan aktris yang baru.

Sesuai judulnya, Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 mengambil setting di tahun 1995. Dilan (Arbani Yasiz), seorang mantan panglima geng motor yang penuh dengan keberanian, tiba-tiba menemukan dirinya terperangkap dalam pesona seorang gadis bernama Ancika (Zee JKT48). Ancika sendiri adalah sosok perempuan yang sangat tegas dan membenci geng motor. Tidak hanya itu, Ancika juga tidak tertarik pada hubungan percintaan dan jelas tidak menyukai Dilan.

Perbedaan usia dan latar belakang menciptakan tantangan yang memerlukan usaha ekstra dari Dilan, terutama setelah melewati hubungan masa lalunya dengan Milea. Ancika bukanlah sosok yang mudah untuk ditaklukkan. Selain sikap anti geng motor yang dimilikinya, Ancika juga tidak terbiasa dengan “dunia pacaran”.

Dilan harus menemukan cara untuk menembus tembok yang dibangun Ancika di sekitar hatinya.
Keberanian dan tekad Dilan diuji, karena Ancika yang dewasa meskipun usianya masih muda ternyata memiliki sikap cemburuan, sehingga menambah kompleksitas dalam perjuangannya.

Tidak lagi dipegang oleh rumah produksi Max Pictures dan Falcon Pictures, kini sekuel Dilan mendapatkan "upgrade" production value yang cukup besar dari MD pictures. Namun sayangnya, hal tersebut tidak diiringi oleh guliran penceritaan yang baik pula.

Ya, alur cerita Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 ini terasa seperti pengulangan cerita dari film Dilan 1990, dengan bumbu konflik yang juga hampir sama. Jika dulu kita dibuat seperti membaca catatan harian dari sosok Milea tentang Dilan, kini hal tersebut berganti rupa menjadi sosok Ancika. Alur ceritanyapun masih terkesan seperti gambaran kejadian-kejadian random dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis juga amat memaklumi perihal kurang kuatnya karakter Dilan di dalam film ini karena karakter yang menjadi spotlight adalah Ancika, yang syukurnya berhasil di-deliver dengan cukup baik oleh Zee. Ia berhasil meyakinkan kita semua akan sosok Ancika yang keras kepala, tomboi, dan juga pemberani.

Bahkan, boleh dibilang karakter Ancika di sini jauh lebih kuat dari karakter Milea yang cengeng. Perbedaan watak Ancika yang keras dan Dilan yang dewasa tapi masih nyeleneh ini lah yang bagi penulis berhasil ditampilkan dengan cukup baik di banyak scene-nya. Tapi kembali lagi, sayang seribu sayang karena naskahnya tidak kuat sehingga menjadikan banyak adegan tersebut masih kurang tergali lagi.

Pada akhirnya, memang film ini belum sempurna. Tapi apabila sebuah romansa mampu melahirkan protagonis likeable (khususnya Ancika), bahkan mengaduk-aduk perasaan, bagi penulis itu sudah cukup. Dan film ini bisa dikatakan merupakan sekuel memuaskan yang tampil superior dibanding pendahulunya dan menyulut ketertarikan kita akan sekuel atau spin-off berikutnya.